Menyongsong Pelantikan Bupati Tuban 2011 – 2016 - Bupati Baru, Paradigma Baru
Sumber / Penulis : Khozanah Hidayati (Klik disini..!!! Untuk Melihat Sumber Tulisan)
Anggota FPKB DPRD Tuban
Sebentar lagi warga Kabupaten Tuban akan mempunyai Bupati dan Wakil Bupati baru, yakni H. Fathul Huda dan Noor Nahar Husein menggantikan Heany Relawatie dan Lilik Suhardjono untuk periode 2011 – 2016.
Seperti diketahui bersama bahwa calon bupati/wakil bupati baru tersebut mempunyai moto yang sangat bagus yakni Maju untuk Melayani Rakyat. Suatu moto yang sangat kontras dengan kondisi kabupaten Tuban selama ini. Yakni kondisi pelayanan publik yang sangat tertinggal dari kabupaten tetangga dan kabupaten lain di Jawa Timur.
Untuk menggapai kesuksesan yang ditawarkan oleh bupati baru tersebut, tentunya semua stake holder Kabupaten Tuban perlu berbenah dan memperbaiki diri dan bahkan perlu merubah paradigmanya sehingga mindset dan budaya kerja yang baru nanti bisa menunjang keberhasialan pelaksanaan visi dan misi serta program kerja yang diusung sang bupati baru. Karena tanpa adanya perubahan paradigma kiranya akan sulit visi dan misi sang bupati baru bisa tercapai.
Perubahan paradigma perlu dilakukan oleh para birokrat termasuk juga para legislator daerah (DPRD) dan tentu juga masyarakat Tuban secara umum, khususnya dalam hubungan dengan pemerintahan di Kabupaten Tuban ini.
Paradigma Baru Bagi Birokrasi
Sudah bukan rahasia lagi bahwa pelayanan publik di Tuban pada hampir semua sektor, khususnya layanan publik, masih jauh dari memuaskan. Pelayanan yang lambat, tidak pasti, adanya biaya tidak resmi menjadi wajah dari pelayanan publik oleh birokrasi di Tuban. Saat pertemuan antara bupati terpilih H. Fathul Huda dan para pengusaha pada tanggal 27 Maret 2011 lalu di Tuban terungkap bahwa ada pengusaha yang sudah mengurus izin usahanya telah berusia delapan tahun, sepuluh tahun dan bahkan belasan tahun namun izin yang diharapkan tak kunjung ada kejelasan.
Salah satu sumber penyebab buruk pelayanan publik ini adalah birokrasi perizinan investasi yang masih sulit. Belum lagi pelayanan publik lain yang masih banyak dikeluhkan masyarakat. Pelayanan oleh aparatur birokrasi masih identik dengan pelayanan yang kompleks, berbelit-belit, dan menghambat akses warga untuk mendapat layanan publik yang diperlukannya secara wajar. Padahal, pelayanan publik bukan hanya menjadi hak, namun juga menjadi pintu masuknya investasi.
Dan bahkan ada pemeo yang sangat menggelitik perihal pengurusan perijinan di Tuban ini, yakni “selama masih bisa dipersulit, kenapa dipermudah!”. Hal ini menunjukkan bahwa paradigma para birokrat di Bumi Ronggolawe ini masih bermental feodal.
Perilaku buruk birokrasi pemerintah, terutama dalam pelayanan publik, sering kali karena adanya paradigma (mindset) yang salah dalam menjalankan fungsinya sebagai aparatur pemerintahan. Birokrasi pada hampir semua level juga belum mengalami perubahan paradigma; dari budaya minta dilayani menjadi budaya melayani. Penyelenggaraan pelayanan publik terlalu berorientasi pada kegiatan dan pertanggungjawaban formal dan kurang berorientasi pada hasil berupa pelayanan yang prima kepada warga. Birokrasi terjebak pada pola akivitas yang directly unproductive activities (Bhagwati, 1982). Gaya manajemen yang terlalu berorientasi kepada tugas (task oriented), juga menyebabkan aparatur kurang termotivasi untuk lebih kreatif.
Untuk itu dengan momentum pergantian kepemimpinan di Bumi Ronggolawe ini, diharapkan ada perubahan yang siknifikan dalam bidang pelayanan publik. Dan paling tidak momen ini menjadi starting point untuk mempresentasikan pemerintahan dan birokrasi yang menjadi pelayan masyarakat bukan birokrasi yang dilayani rakyat.
Sehingga dengan demikian pertumbuhan ekonomi dan perubahaan kesejahteraan serta kemajuan Tuban lima tahun kedepan diharapkan menuju nilai positif yang siknifikan.
Dengan adanya perubahan paradigma dari dilayani menjadi melayani maka diperlukan reposisi pola pikir (mindset) bagi segenap birokrasi di Tuban di semua lini. Yang selama ini menjadi abdi negara menjadi abdi masyarakat. Yang selama ini hanya menunggu perintah menjadi menjemput perintah. Yang selama ini pasif menjadi aktif penuh inovatif.
Perubahan mindset atau paradigma merupakan sebuah keharusan jika ingin mewujudkan perilaku baru dalam birokrasi publik. Perubahan prosedur pelayanan dari pelayanan yang cenderung kompleks dan menghambat akses warga secara wajar menjadi pelayanan yang cepat, pasti, transparan, dan responsif, hanya akan berhasil jika diikuti dengan perubahan visi, misi dan budaya birokrasi. Selama misi utama birokrasi masih pada upaya untuk mengendalikan perilaku, akan sulit untuk mengembangkan praktik pelayanan publik yang baik.
Beberapa strategi pokok yang perlu dilakukan untuk mengubah paradigma pelayan publik yang harus dilakukan dalam rangka pembenahan pelayanan publik di Tuban menuju pelayanan publik yang prima adalah pertama, mengubah sistem budaya yang selama ini sudah mendarah daging dalam birokrasi di Tuban.
Budaya paternalistik feodalistik dalam pelayanan menjadi budaya egaliter sehingga posisi dan kedudukan antara pejabat, pegawai pemerintahan, dan pengguna jasa pelayanan publik adalah sama tinggi. Masyarakat sebagai pengguna jasa layanan publik bukanlah pihak yang meminta-minta pelayanan secara cuma-cuma, karena pada prinsipnya rakyat telah membayar pelayanan itu melalui pajak dan retribusi yang mereka bayarkan.
Kedua, menegakkan kriteria efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan publik. Tidak semata-mata bahwa pelayanan publik sudah dilakukan, namun harus memerhatikan apakah pelayanan tersebut sudah cukup cepat, mudah, dan jelas bagi masyarakat, juga tidak menghabiskan banyak biaya, terutama biaya yang seharusnya tidak perlu atau dengan kata lain menghilangkan budaya “biaya tidak resmi”.
Ketiga, membudayakan delegasi kewenangan dan diskresi yang bertanggung jawab. Tidak boleh lagi ada pelayanan kepada masyarakat yang terhambat karena tidak adanya pimpinan.
Keempat, harus dikembangkan juga mekanisme evaluasi secara berkala atas pelayanan yang sudah dilakukan dengan melibatkan pihak eksternal. Saran dan kritik yang disampaikan oleh publik sangat sekali diharapkan dan perlu dihargai.
Kelima, mengembangkan remunerasi terhadap aparat birokrasi berdasarkan kinerja atau merit system, sehingga mendorong aparatur lebih kreatif dan inovatif dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.
Revitalisasi DPRD Tuban
Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 perihal Pemerintahan Daerah, pasal 3 ayat 1.b. diesebutkan bahwa pemerintahan daerah adalah
terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Karena DPRD adalah merupakan bagian dari pemerintahan daerah, maka maju tidaknya pemerintahan suatu daerah juga ditentukan oleh kinerja DPRD.
Sudah diketahui bahwa kinerja DPRD Tuban memang sangat memprihatinkan, hal ini didasarkan dengan hasil survey yang dilakukan oleh JPIP /The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi bahwa untuk periode 2004 – 2009 kinerja DPRD Tuban menduduki peringkat paling akhir dari 38 kabupaten / kota se Jawa Timur. Dan untuk periode 2009 – sekarang rupanya tidak juga akan lebih baik, kalau sekiranya tidak ada perbaikan kinerja.
Kalau diperhatikan secara seksama, rendahnya kinerja DPRD Tuban yang lalu adalah karena tingginya persaingan politik antar partai-partai di Bumi Ronggolawe ini, sehingga hal tersebut terbawa ke gedung dewan. Hal tersebut dibuktikan bahwa DPRD selalu tidak mempunyai hak inisiatif untuk menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik. Karena setiap hak inisiatifnya dijalankan, maka akan mendapatkan resistansi yang tinggi dari pihak eksekutif. Sehingga karena hal ini semua program DPRD di bidang legislasi, pengawasan dan anggaran tidak berfungsi secara maksimal. Dan akhirnya kinerjanya hanya seolah-olah menjadi tukang stempel pihak penguasa / bupati.
Merujuk akan visi, misi dan program – program unggulan bupati terpilih Tuban 2011 – 2016 yang sangat bagus namun cukup perlu kerja keras semua pihak, termasuk di dalamnya pihak DPRD, maka perbaikan kinerja DPRD Tuban haruslah diinisiasi, degelorakan dan didorong.
Revitalisasi tugas dan fungsi DPRD Tuban sangat sekali diperlukan. Karena selama ini seakan-akan tugas dan fungsi DPRD Tuban seolah terbonsai oleh hegemoni pihak eksekutif (bupati). Maka dari itu bagi para anggota DPRD Tuban harus mencanangkan untuk meningkatkan kinerjanya secara total. Dan pihak eksekutif dalam hal ini bupati terpilih juga harus memandang bahwa DPRD adalah patner kerja yang sejajar. Yang harus diperlakukan secara normal. Mereka bukanlah bawahan pihak eksekutif.
Karena dengan perubahan mindset bahwa DPRD adalah mitra sejajar Kepala Daerah dan ada kemauan keras dari para anggota dewan untuk merombak total cara kerjanya maka kedepannya diharapkan kinerja DPRD akan meningkat.
Dengan program-program unggulan ynag diusung oleh bupati terpilih niscaya dibutuhkan perangkat peraturan-peraturan daerah yang mendukungnya, dan kebetulan peraturan-peraturan yang ada belum sepenuhnya bisa memfasilitasinya. Untuk itu fungsi legislasi DPRD dituntut juga untuk meningkatkan kinerjanya agar bisa mengimbangi kinerja bupati terpilih nantinya.
Dari fungsi pengawasan dan penganggaranpun pihak DPRD juga harus bisa mengimbangi program-program yang cukup menantang. Karena tanpa pengawasan dan perencanaan anggaran yang matang niscaya akan tidak berjalan efektif.
Perubahan Mindset Rakyat Tuban
Partisipasi rakyat dalam setiap pembangunan adalah suatu keharusan. Karena tanpa partipasi publik maka objective yang telah canangkan sebagus apapun akan sia-sia.
Kalau selama ini rakyat Tuban banyak yang tidak merasa terpuaskan oleh pelayanan publik yang ada, maka diharapkan kedepannya dengan adanya pergantian kepemimpinan di bumi para wali ini akan ada perubahan yang siknifikan terhadap kwalitas pelayanan publik yang ada.
Namun agar terjadi perbaikan pelayanan publik yang terus menerus, maka partisipasi rakyat secra kritis dan cerdas sangat sekali diharapkan. Agar saran, kritikan dan masukan yang disampaikan bisa ditindaklanjuti untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.
Demikian juga terhadap pembangunan di sektor lainnya. Diharapkan partisipasi masyarakat baik berupa kritik, saran, masukan-masukan maupun partisipasi dalm bentuk lain sangat sekali diperlukan. Karena dengan adanya partisipasi dari masyarakat berarti masyarakat merasa memiliki dan care terhadap kemajuan kabupaten tercinta ini.
Akhirnya dengan dilantiknya pasangan HUDANOOR sebagai bupati / wakil bupati Tuban masa bakti 2011 – 2016 dengan mengusung slogan yang begitu indah dan adanya partisiapsi aktif semua pihak, maka diharapkan Tuban kedepan akan benar-benar lebih maju, lebih sejahtera, relijius dan bermartabat (Juni 2011).
Komentar :
Posting Komentar